Selasa, 15 April 2014

Psikologi Pendidikan Teori Belajar Behavorisme


A.    Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap, baik yang diamati maupun tidak dapat diamati secara langsung, yang terjadi sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman dalam interaksinya dengan lingkungan. Berikut beberapa definisi belajar yang dikemukakan oleh para tokoh:
·         Hilgard dan Bower, dalam buku Theories of Learning (1975)  mengemukakan. “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseoramg terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya, kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya).
·         Witherington, dalam buku Educational Psychology mengemukakan. “Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.
·         Good and Brophy, dalam bukunya Educational Psychology: A Realistic Approach mengemukakan arti belajar dengan kata-kata yang singkat, yaitu Learning is the development of new associations as a result of experience. Dengan pendapatnya tersebut bisa dijelaskan bahwa belajar adalah suatu proses yang benar-benar bersifat internal (a purely internal event). Belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dilihat dengan nyata, karena proses tersebut terjadi di dalam diri seseorang yang sedang mengalami belajar.
Makhluk hidup perlu untuk menyesuaikan dengan dunianya agar tetap bisa mempertahankan hidupnya, sehingga semua makhluk hidup membutuhkan belajar. berikut ini beberapa macam cara penyesuaian diri yang dilakukan manusia dengan sengaja maupun tidak sengaja dan juga hubungannya dengan belajar yang dilakukan manusia.
a.       Belajar dan Kematangan.
Kematangan adalah suatu proses pertumbuhan organ-organ. Kematangan adalah proses yang datang dengan sendirinya tanpa disadari maupun direncanakan, sedangkan belajar adalah proses yang sadar dan kita kehendaki. Meskipun kedua proses ini bertolak belakang, belajar dan kematangan terjadi di dalam individu saling menyempurnakan.
b.      Belajar dan Penyesuaian Diri.
Penyesuaian diri merupakan juga suatu proses yang dapat merubah tingkah laku manusia. Penyesuaian diri terbagi menjadi dua autoplastis, yaitu manusia mengubah dirinya yang disesuaikan dengan keadaan lingkungan, dan alloplastis yaitu manusia mengubah lingkungan/dunia luarnya yang disesuaikan dengan kebutuhan dirinya. Manusia selalu belajar tiap harinya, tetapi tidak semua belajar adalah penyesuaian diri.
c.       Belajar dan Pengalaman.
Belajar dan pengalaman keduanya adalah proses yang dapat merubah sikap dan tingkah laku. Kebanyakan manusia yang telah mengalami sesuatu akan belajar dari pengalaman tersebut.
d.      Belajar dan Bermain.
Bermain biasanya merupakan kegiatan khusus bagi anak-anak, meskipun juga orang dewasa juga melakukannya. Berbeda dengan belajar, belajar adalah hal umum yang dilakukan semua orang diberbagai rentang usia. Menurut sifatnya, perbedaan antara bermain dan belajar mempunyai tujuan yang terletak di masa depan, sedangkan bermain hanyalah kegiatan yang dilakukan untuk situasi tertentu saja. Tetapi meskipun terdapat perbedaan dari sifatnya, belajar dan bermain seringkali merupakan kegiatan yang dilakukan bersamaan.
e.       Belajar dan Pengertian.
Ada belajar yang dilakukan tanpa memperhatikan maksud dan tujuannya, misalkan saja pada anak burung yang sedang belajar terbang, dan ada pula pengertian yang tidak disertai dengan belajar, misalkan seseorang mengerti bahwa rokok itu berbahaya tetapi tetap saja ia merokok.
f.       Belajar dan Menghafal/Mengingat.
Menghafal/mengingat tidak sama dengan belajar, meskipun didalam belajar itu sendiri terdapat proses mengingat. Jika seseorang hanya hafal atau ingat, tidaklah menjamin orang tersebut juga belajar dalam arti yang sebenarnya. Karena untuk mengetahui sesuatau tidak cukup hanya dengan mengahafal saja tetapi harus disertai pula dengan pengertiannya.
g.      Belajar dan Latihan.
Belajar dan latihan, keduanya dapat merubah sikap, tingkah laku, dan pengetahuan. Tetapi ada belajar yang tidak disertai dengan latihan, misalkan saja seorang anak kecil yang tertusuk duri mawar, hanya dengan sekali tertusuk saja anak kecil tersebut tahu bahwa duri itu menyakitkan.

Belajar sebagai proses atau aktivitas disyaratkan oleh banyak sekali hal-hal atau faktor-faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar itu banyak sekali macamnya, terlalu banyak untuk disebutkan satu persatu. Sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat diklasfikasikan sebagai berikut:
a.       Faktor yang berasal dari luar diri individu (eksternal).
·         Faktor-faktor non-sosial, contohnya:
-          Keadaan udara.
-          Suhu udara.
-          Cuaca.
-          Waktu (pagi, siang, atau malam).
-          Tempat.
-          Alat-alat untuk belajar (alat tulis, buku, dll)
·         Faktor-faktor sosial: adalah faktor manusia (sesama manusia),  baik manusia itu ada (hadir) maupun kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir, contohnya:
-          Kehadiran orang lain yang tiba-tiba datang saat sedang belajar.
-          Banyak orang yang berbicara dengan keras saat belajar.
-          Beberapa orang hilir mudik didepan kita saat belajar.
-          Suara lagu yang kemudian terdengar saat kita belajar.
b.      Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu (internal)
·         Faktor-faktor fisiologis.
-          Tonus jasmani pada umumnya : keadaan jasmani yang melatarbelakangi aktivitas belajar, contohnya: nutrisi tubuh, penyakit yang diderita.
-          Keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu : fungsi-fungsi organ tubuh yang berpengaruh dalam belajar, contoh : mata, telinga, tangan.
·         Faktor-faktor psikologis
Yaitu hal-hal yang mendorong terjadinya proses belajar itu sendiri, contohnya :
-          Adanya sifat ingin tahu dan  ingin menyelidiki yang lebih luas.
-          Adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju.
-          Adanya keinginan untuk mendapat simpati orang lain.
-          Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan.
-          Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari proses belajar.

B.     Teori-teori Belajar
Para ahli telah mengemukakan beberapa teori belajar, dengan teori-teori tersebut kita bisa mengetahui bagaimana sebenarnya proses belajar itu terjadi, teori-teori tersebut antara lain ialah:
1.      Teori Behaviorisme
Kerangka kerja teori belajar  behaviorisme adalah empirisme. Asumsi filosofis dari behaviorisme adalah nature of human being (manusia tumbuh secara alami). Latar belakang empirisme adalah How we know what we know (bagaimanah kita tahu apa yang kita tahu). Menurut paham ini pengetahuan pada dasarnya diperoleh dari pengalaman (empiris). Aliran behaviorisme didasarkan pada perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Oleh karena itu aliran ini berusaha mencoba menerangkan dalam pembelajaran bagaimanah lingkungan berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku. Dalam aliran ini tingkah laku dalam belajar akan berubah kalau ada stimulus dan respon. Stimulus dapat berupa prilaku yang diberikan pada siswa, sedangkan respons berupa perubahan tingkah laku yang terjadi pada siswa. Jadi, berdasarkan teori behaviorisme pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan. Tokoh aliran behaviorisme antara lain : Pavlov, Watson, Skinner, Hull, Guthrie, dan Thorndike.


   Teori  Classical Conditioning (Pavlov)
Dapat dikatakan bahwa pelopor dari teori Conditioning adalah Ivan Ptrovich Pavlov (1849-1936), seorang ahli psikologi-refleksologi dari Rusia, istilah lain dari teori ini adalah Pavlovianisme, diambil dari nama Pavlov sendiri. Prosedur Conditioning Pavlov disebut Classic karena merupakan penemuan bersejarah dalam psikologi.
Pavlov mengadakan percobaan-percobaan dengan anjing. Seekor anjing yang telah dibedah sedemikian rupa, sehingga kelenjar ludahnya berada diluar pipinya, dan anjing tersebut dimasukkan ke kamar yang gelap. Di kamar itu hanya ada sebuah lubang yang terletak di depan mulutnya. Lubang tesebut adalah tempat untuk menyodorkan makanan atau menyorotkan cahaya pada waktu diadakan percobaan-percobaan. Pada mulutnya yang telah dibedah itu dipasang sebuah pipa (selang) yang dihubungkan dengan sebuah tabung di luar kamar. Dengan demikian dapat diketahui keluar tidaknya air liur dari mulut anjing itu pada waktu percobaan. Alat-alat yang digunakan dalam percobaan-percobaan itu adalah makanan, lampu senter (untuk menyorotkan bermacam-macam warna), dan sebuah bunyi-bunyian.
 Anjing yang digunakan dalam percobaan tersebut dibiarkan lapar terlebih dahulu, setelah itu bel  dinunyikan. Setelah selama 30 detik bel berbunyi makanan diberikan. Percobaan tersebut diulangi berkali-kali denga jarak waktu 15 menit. Setelah diulang selama 32 kali, ternyata bunyi bel saja dapat membuat air liur anjing itu keluar, dan bertambah deras ketika makanan diberikan.
Dari percobaan-percobaan yang dilakukan dengan anjing itu, Pavlov menyimpulkan bahwa gerakan-gerakan refleks itu dapat dipelajari; dapat berubah karena mendapat latihan. Sehingga dengan demikian dapat dibedakan dua macam refleks, yaitu refleks wajar (unconditioning reflex): keluar air liur ketika melihat makanan yang lezat, dan refleks bersyarat (conditioned reflex): keluar air liur karena menerima reaksi terhadap warna sinar tertentu/bunyi tertentu. Menurut Pavlov, sedangkan makanan tersebut berfungsi sebagai penguatan yang disebut Reinforcement yang disingkat Ri, karena memperkuat refleks bersyarat yang menimbulkan respon yang lebih kuat dari pada refleks bersyarat.
   Teori Belajar Watson

Tokoh utama dalam teori behaviorisme adalah J.B Watson. Watson sebenarnya mula-mula belajar filsafat, teteapi kemudian pindah ke dalam lapangan psikologi. Seperti Pavlov, Watson juga melakukan percobaan dengan binatang. Watson mengadakan eksperimen-eksperimen tentang perasaan takut pada anak dengan menggunakan tikus dan kelinci. Dari hasil percobaan Watson, dapat ditarik kesimpulan bahwa perasaan takut pada anak dapat diubah atau dilatih. Anak dalam percobaan Watson yang awalnya tidak takut dengan kelinci dibuat takut dengan kelinci. Kemudian Watson melatihnya kembali agar tidak takut dengan kelinci.
Watson berpendapat bahwa sebagai sciencde psikologi harus bersifat positif, sehingga obyeknya bukanlah kesadaran dan hal-hal lain yang dapat diamati, melainkan haruslah tingkah laku, lebih tegasnya lagi tingkah laku yang positif, yaitu tingkah laku yang dapat diobservasi. Tingkah laku adalah reaksi organism sebagai keseluruhan terhadap perangsang dari luar. Resksi tersebut terdiri dari gerakan-gerakan dan perubahan-perubahan jasmani tertentu, jadi dapat diamati secara obyektif.
Bagian-bagian teori Watson yang terpenting adalah:
·         Teori Sarbon (Stimulus and Response Bond Theory)
Tingkah laku yang kompleks ini dapat dianalisis menjadi serangkaian “unit” perangsang dan reaksi (stimulus and response), yang disebut refleks.
-          Perangsang atau stimulus itu adalah situasi obyektif , yang wujudnya dapat bermacam-macam, seperti misalnya: sinar, bola kasti yang dilemparkan, rumah yang terbakar, dsb.
-          Repons adalah reaksi obyektif daripada individu terhadap situasi sebagai perangsang, yang wujudnya juga dapat bermacam-macam sekali, seperti misalnya: memukul bola, mengambil makanan, menutup pintu, dsb.
Dalam eksperimen-eksperimennya yang lebih lanjut Watson menyimpulkan, bahwa reaksi-reaksi emosional itu dapat ditimbulkan dengan persyaratan (conditioning) dan reaksi emosional bersyarat itudapat dihilangkan dengan persyaratan kembali (reconditioning). Tentang proses  persyaratan dan persyratan kembali tersebut pada intinya sama dengan yang dilakukan oleh Pavlov.

   Teori Operant Conditioning (B.F Skinner)
Teori ini dikemukakan oleh Burrhus Frederic Skinner, ia dilahirkan di Susquehanna pada tahun 1904. Seperti Pavlov dan Watson, Skinner juga memikirkan tingkah laku sebagai hubungan antara perangsang dan respon. Hanya perbedaannya, Skinner membuat perincian yang lebih jauh. Skinner membedakan adanya dua macam respons, yaitu:
a.      Respondent Response/Reflexive Response (Tingkah Laku Respoden/Conditioning Tipe S)
Respondent respons adalah respon/tingkah laku yang ditimbulkan oleh perangsang/stimulus yang jelas. Misalnya, keluar air liur setelah melihat makanan tertentu. Pada umumnya, perangsang-perangsang tertentu akan mendahului respon yang ditimbulkannya. Teori conditioning tipe S ini sama dengan classical conditioning Pavlov.
b.      Operant Response/Conditioning (Tingkah Laku Operan/Instrumental/Conditioning Tipe R)
Yaitu respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu. Perangsang yang seperti itu disebut dengan reinforcing stimuli atau reinforcer, karena perangsang tersebut memperkuat respon yang telah diikuti (karena memperkuat) suatu tingkah laku tertentu yang telah dilakukan. Dalam operant response terdapat prinsip-prinsip umum, yaitu:
-          Setiap respon yang diikuti stimulus yang memperkuat atau reward, akan cenderung diulangi.
-          Reinforcing stimuli/stimulus yang bekerja memperkuat respon/reward, akan meningkatkan kecepatan respon/reward. Reward akan meningkatkan dulanginya respon.
Dalam kenyataan, respon jenis pertama (responden/reflexive respon/behavior) sangat terbatas pada manusia. Sebaliknya operant response/behavior merupakan bagian terbesar tingkah laku manusia dan kemungkinan untuk memodifikasinya hampir tak terbatas. Oleh karena itu, Skinner lebih memofuskan pada respon atau jenis tingkah laku yang kedua ini.
Percobaan Skinner terkenal dengan nama “Skinner Box”, percobaan Skinner terdiri dari dari ruangan yang didalamnya trdapat tombol, tempat makanan, lampu yang dapat diatur nyalanya, dan lantai yang terdiri dari jeruji besi yang dapat dialiri listrik. Juga tersedia tempat makanan, jika tombolnya ditekan maka makanan akan jatuh tepat di tempat makanan. Percobaan Skinner ini menggunakan tikus. Tikus yang lapar dimasukkan ke dalam box, gerakan tikus di dalam box yang akan diamati. Pengamatan dilakukan dalam waktu tertentu dengan memperhatikan gerakan-gerakan yang dilakukan oleh tikus.
Prosedur pembentukan tingkah laku dalam operant conditioning secara sederhana adalah sebagai berikut:
-          Mengidentifikasi, hal-hal apa yang merupakan reinforcer (hadiah) bagi tingkah laku yang akan dibentuk.
-          Menganalisis, dan selanjutnya mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk tingkah laku yang dimaksud. Komponen tersebut kemudian disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada erbentuknya tingkah laku yang dimaksud.
-          Berdasarkan urutan komponen-komponen yang sudah diidentifikasi sebelumnya, komponen tersebut akan diidentifikasi kembali dengan mencari faktor reinforcer di dalamnya.
-          Melakukan pembentukan tingkah laku, dengan menggunakan urutan komponen-komponen yang telah disusun. Jika komponen pertama sudah dilakukan maka hadiah akan diberikan, hal ini akan mengakibatkan komponen tersebut akan cenderung untuk sering dilakukan. Jika komponen kedua dilakukan, kemudian komponen kedua yang akan diberi hadiah, sementara jika melakukan komponen pertama hadiah tidak lagi diberikan, demikian cara ini berlaku untuk komponen-kompenen selanjutnya.
Teori Skinner sangat besar pengaruhnya, terutama di Amerika serikat dan negara-negara dibawah pengaruhnya. Di dalam dunia pendidikan, khususnya dalam lapangan metodologi dan teknologi pengajaran, sangat besar pengaruhnya. Program-program inovatif dalam bidang pengajaran sebagaian besar disusun berdasarkan teori Skinner ini.
   Teori Systematic Behavior (Hull)
Seperti halnya dengan Skinner, maka Carl C. Hull mengikuti jejak Thorndike dalam usahanya mengembangkan teori belajar. prinsip-prinsip yang digunakannya mirip dengan apa yang dikemukakan oleh para behavorioris yaitu dasar stimulus-respon dan adanya reinforcement.
Carl C. Hull mengemukakan teorinya, yaitu bahwa suatu kebutuhan atau “keadaan terdorong” (oleh motif, tujuan, maksud, aspirasi, dan ambisi) harus ada di dalam diri seseorang yang belajar, sebelum suatu respon dapat diperkuat atas dasar pengurangan kebutuhan itu. Dalam hal ini efisiensi belajar tergsntung pada besarnya tingkat pengurangan dan kepuasan motif  yang menyebabkan timbulnya usaha belajar itu oleh respon-respon yang dibuat oleh individu tersebut. Setiap objek, kejadian atau situasi dapat mempunyai nilai sebagai penguat apabila hal itu dihubungkan dengan penurunan terhadap suatu keadaan deprivasi (kekurangan) pada diri individu tersebut, yaitu jika objek, kejadian atau situasi tadi dapat menjawab suatu kebutuhan pada saat individu itu melakukan respon.
Prinsip penguat (reinforcer) menggunakan seluruh situasi yang memotivasi, mulai dari dorongan biologis yang merupakan kebutuhan utama seseorang sampai pada hasil-hasil yang memberikan ganjaran bagi seseorang sampai pada hasil-hasil yang memberikan ganjaran pada seseorang. Jadi, prinsip yang utama adalah: suatu kebutuhan atau motif harus ada pada seseorang sebelum belajar itu terjadi; dan bahwa apa yang dipelajari itu harus diamati oleh orang yang belajar sebagai sesuatu yang mengurangi kekuatan kebutuhannya atau menguatkan kebtuhannya.
Dua hal yang sangat penting dalam proses belajar dari Hull ialah adanya incentive motivation (motivasi intensif) dan drive stimulus reduction (pengurangan stimulus pendorong). Kecepatan berespon berubah bila besarnya hadiah juga berubah.
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).
   Teori  Kontiguitas Conditioning (Guthrie)
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.


   Teori Conectionism/Koneksionisme (Thorndike)
Menurut teori trial and error (mencoba-coba dan gagal) ini setiap organisme jika dihadapkan dengan situasi baru akan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya hanya coba-coba secara membabi buta. Jika dalam usaha mencoba-coba itu secara kebetulan cocok itu kemudian “dipegangnya”. Karena latihan yang terus menerus maka waktu yang dipergunakan untuk melakukan perbuatan yang cocok itu makin lama makin efisien.
Hal tersebut sangat cocok dengan eksperimen yang dilakukan oleh Edward Lee Thorndike tokoh teori belajar koneksionisme. Thorndike melakukan eksperimen dengan menggunakan seekor kucing. Kucing tersebut ia buat lapar. Setelah kucing itu merasa lapar, maka kucing itu dimasukkan ke dalam kandang (puzzle box). Pada kandang itu dibuat lubang pintu yang tertutup yang dapat terbuka jika suatu pasak di pintu itu tersentuh. Di luar kandang diletakkan sepiring makanan (daging).
Kucing yang lapar tersebut melakukan berbagai tingkah laku untuk keluar dari kandang tersebut. Mula-mula kucing itu bergerak kesana kemari mencoba-coba hendak keluar melalui berbagai jeruji kandang tersebut. Lama kelamaan pada suatu ketika secara kebetulan tersentuhlah pasak lubang pintu oleh salah satu kakinya. Kemudian pintu kandang itu terbuka, dan kucing itupun keluar dari kandang.
Percobaan tersebut dilakukan lagi dengan menggunakan kucing yang sama. Tingkah laku kucing itu pada mulanya sama seperti percobaan pertama. Hanya waktu yang diperlukan untuk bergerak kesana kemari sampai terbukanya pintu menjadi lebih singkat. Akhirnya ketika percobaan dilakukan yang kesekian kalinya kucing itu tidak perlu kesana kemari untuk mencoba-coba, tetapi langsung menyentuh pasak pintu dan terus keluar mendapatkan makanan. Ini berarti selama eksperimen, kucing dapat memilih atau menyeleksi respons yang berguna dan respons yang tidak berguna. Dari eksperimen ini dapat disimpulkan bila belajar dapat terjadi dengan dibentuknya hubungan, atau ikatan/bond/asosiasi/koneksi neural yang kuat antara stimulus dan respons.
Dengan pernyataan tersebut maka teori Thorndike disebut dengan teori koneksionisme. Jadi, proses belajar menurut Thorndike melalui proses:
a.  Trial and error (mencoba-coba dan mengalami kegagalan.
b. Law of effect; yang berarti bahwa segala tingkah laku yang berakibatkan suatu keadaan yang memuaskan (cocok dengan tuntutan situasi) akan diingat dan dipelajari dengan pada manusia.
Sedangkan segala tingkah laku yang berakibatkan tidak menyenangkan akan dihilangkan atau dilupakannya. Tingkah laku ini terjadi secara otomatis. Otomatisme dalam belajar itu dapat dilatih dengan syarat-syarat tertentu, pada binatang maupun manusia.
           Thorndike melihat bahwa organisme itu (juga manusia) sebagai mekanisus; hanya bergerak/bertindak jika ada perangsang yang mempengaruhi dirinya. Terjadinya otomatisme dalam belajar menurut Thordike disebabkan adanya law of effect itu. Dalam kehidupan sehari-hari law of effect itu dapat terlihat dalam hal member pengahrgaan/ganjaran dan juga dalam hal memberi hukuman dalam pendidikan. Akan tetapi menurut Thorndike yang lebih memegang peranan dalam pendidikan ialah hal memberi penghargaan/ganjaran dan itulah yang lebih dianjurkan.
           Thorndike juga merumuskan hasil eksperimen yang ia lakukan kedalam tiga tiga hukum dasar dan lima hukum tambahan.
Y         Hukum Dasar Thorndike.
a.    Hukum Kesiapan (The Law of Readiness), rumusan hukum kesiapan adalah sebagai berikut:
·         Jika seseorang telah siap untuk melakukan suatu tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut memberikan kepuasaan  untuknya, sehingga seseorang tersebut tidak akan melakukan tingkah laku lain.
·         Jika seseorang telah siap melakukan suatu tingkah laku, tetaoi ia tidak bisa melakukan tingkah laku tersebut maka akan timbul kekecewaan baginya, sehingga ia melakukan tingkah laku lain untuk mengurangi kekecewaannya.
·         Jika seseorag belum siap melakukan suatu tingkah laku, tetapi di sisi lain ia harus melakukan tingkah laku tersebut, maka ia juga akan merasakan kekecewaan. Ia akan melakukan tingkah laku lain untuk menghalangi tingkah laku tersebut harus dilakukan.
·         Jika seseorang belum siap untuk melakukan suatu tingkah laku, dan tingkah laku tersebut tidak dilaksanakan, maka ia akan merasakan kepuasan.
b.   Hukum Latihan (The Law of Exercise)
·         Hukum Penggunaan (The Law of  Use)
Hukum ini menyatakan bahwa dengan latihan yang terus diulang-ulang, maka hubungan stimulus dan respon akan semakin kuat.
·         Hukum Tidak Ada Penggunaan (The Law of Disuse)
Hukum ini menyatakan jika latihan dihentikan, maka hubungan antara stimulus dan respon akan melemah.
c.    Hukum Akibat (The Law of Effect)
Hukum ini menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan respon akan menguat jika hasilnya memuaskan, dan hubungan stimulus dan respon melemah jika hasilnya tidak memuaskan. Perbuatan yang menghasilkan sesuatu yang menyenangkan maka perbuatan tersebut akan diulang lagi. Akan tetapi jika hasil dari perbuatan tersebut menghasilkan sesuatu yang merugikan, maka perbuatan tersebut cenderung tidak akan dilakukan lagi.

Y   Hukum Tambahan Thorndike.
a.    Multiple Respons (Reaksi yang Bervariasi)
Adalah langkah awal dalam proses belajar itu sendiri. Melalui proses trial and error, seseorang akan melakukan berbagai respon sebelum ia bisa memecahkan masalahnya.
b.   Sikap (Set atau Attitude).
Adalah situasi di dalam diri individu yang menentukan sesuatu itu menyenangkan atau tidak. Proses belajar akan berjalan lancar  jika situasinya menyenangkan, dan akan terhambat  jika situasi di dalam proses belajar tersebut tidak menyenangkan.
c.    Prinsip Aktivitas Berat Sebelah (Partial Activity/Prepontesial of Elements)
Adalah prinsip yang menyatakan bahwa manusia memberikan respon pada aspek yang hanya sesuai dengan persepsinya. Dapat disimpulkan bahwa manusia satu dan lainnya akan memberikan respon yang berbeda terhadap stimulus yang sama. Dalam proses belajar, lingkungan akan mempengaruhi kesan yang berbeda pada setiap orang.
d.   Respons by Analogy
Manusia dapat merespon sesuatu yang belum alami karena manusia dpat menghubungkan situasi baru yang belum mereka alami dengan situasi yang lama yang sudah mereka alami, dan pada respon tersebut tertransfer pula unsur-unsur situasi yang lama ke dalam situasi yang baru.
e.    Perpindahan Asosiasi (Associative Shifting)
Adalah proses peralihan suatu  situasi  yang telah terjadi ke dalam suatu situasi yang belum terjadi sebelumnya secara bertahap, dengan sedikit demi sedikit memasukkan unsur yang baru dan sedikit demi sedikit membuang unsur yang lama.


2.      Teori Belajar Kognitivisme
Kerangka kerja atau dasar pemikiran dari teori pendidikan kognitivisme adalah dasarnya rasional. Teori ini memiliki asumsi filosofis yaitu the way in which we learn (Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran) inilah yang disebut dengan filosofi rationalisme. Menurut aliran ini, kita belajar disebabkan oleh kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam lingkungan. Teori kognitivisme berusaha menjelaskan dalam belajar bagaimanah orang-orang berpikir. Oleh karena itu dalam aliran kognitivisme lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri.karena menurut teori ini bahwa belajar melibatkan proses berpikir yang kompleks. Jadi, menurut teori kognitivisme pendidikan dihasilkan dari proses berpikir. Tokoh aliran Kognitivisme antara lain : Koffka, Kohler, Wertheimer, Kurt Lewin, Maslow, Rogers.

 Teori Gestalt (Koffka, Kohler, Wertheimer)
  Orang yang dipandang menjadi perintis langsung psikologi Gestalt adalah Chr. Von Ehferens, dengan karyanya “Uber Gestaltqualitation” (1890). Berlawanan dengan aliran-aliran asosiasi yang bersifat molecular, aliranb ini menekankan pentingnya keseluruhan. Pokok pikiran aliran ini ialah:
a.       Gestalt mempunyai sesuatu yang melebihi jumlah unsure-unsurnya, dan
b.      Gestalt itu timbul lebih dulu daripada bagian-bagian.
Selanjutnya orang benar-benar dipandang sebagai pendiri aliran ini adalah Max Wertheimer (1940-1943) seorang psikolog Jerman. Gerakan psikologi Gestalt itu mula-mula dimuat dalam artikel Wertheimer pada tahun 1912. Ia mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan Wolfgang Kohler dan Koffka. Kedua orang ini melakukan eksperimen yang pertama kali untuk Wertheimer. Dan ketiga orang ini memiliki pemikiran yang sejajar dan memberikan sumbangan yang besar pada psikologi Gestalt.
               Eksperimen-eksperimen Wertheimer mengenai “Scheinbewegung” (gerak semu) memberikan kesimpulan, bahwa pengamatan mengandung hal yang melebihi jumlah unsur-unsurnya. Ini adalah gejala Gestalt. Penelitian dalam bidang optic ini kemudian juga dipandang berlaku (kesimpulan serta prinsip-prinsipnya) di bidang lain, seperti misalnya di bidang belajar. lebih jauh eksperimen-eksperimen yang dilakukan W. Kohler dengan chimpanse di pulau Tenerife (1913-1917) memberikan kesimpulan-kesimpulan yang berlawanan dengan teori-teori molecular.
               Psikologi Gestalt bermula pada lapangan pengamatan (persepsi) dan mencapai sukses yang terbesar juga dalam lapangan ini. Demonstrasinya mengenai peranan latar belakang dan organisasinya terhadap psoses-proses yang diamati secara fenomenal demikian meyakinkan sehingga boleh dikatakan tidak dapat dibantah. Kritik pokok yang dilancarkannyaterhadap teori asoisasi ialah diyujukan terhadap anggapan yang menyatakan bahwa pengamatan yang dipersatukan (diikat) oleh asosiasi.
               Ketika para ahli Gestalt beralih dari masalah pengamatan ke masalah belajar, maka hasil-hasil yang telah kuat/sukses dalam penelitian mengenai pengamatan itu di bawanya dalam studi mengenai belajar, dan alasan-alasan yang dulunya ditujukan terhadap teori asosiasi kini dilancarkan terhadap teori refleks bersyarat, dan teori-teori refleks yang lain.
               Tokoh utama yang merumuskan transfer dari pengamatan ke belajar ini adalah Koffka. Titik tolak yang digunakan oleh Koffka dalam mempersoalkan belajar adalah asumsi bahwa hukum-hukum organisasi dalam pengamatan itu berlaku bagi belajar. hal ini dikemukakan berdasarkan pada kenyataan bahwa belajar itu pada pokoknya yang terpenting adalah penyesuian pertama, yaitu mendapat respons yang tepat. Karena penemuan respons yang tepat ini tergantung pada “strucktureuring” daripada bahan-bahan yang tersedia di depan si pelajar., maka mudah atau sukarnya problem itu terutama adalah masalah pengamatan. Dalam arti tertentu chimpanse Kohler memang dihadapkan kepada problem pengamatan itu, dan apabila melihat situasi itu dengan tepat maka mereka memperoleh “pencerahan” dan dapat memecahkan problem yang dihadapkan.
               Karena asumsi bahwa hukum-hukum atau prinsip-prinsip yang berlaku pada proses pengamatan dapat ditransfer kepada hal belajar, maka untuk memahami proses belajar orang perlu memahami hukum-hukum yang menguasai proses pengamatan itu. Salah satu hukum Gestalt adalah hukum Prägnanz.
·         Hukum Prägnanz
              Kata Prägnanz itu sukar diterjemahkan; barangkali kita dapat mengambil istilah dar bahasa jawa “momot” (memuat) yang berarti banyak isi dan artinya. Di dalam bahasa Jerman sendiri dijelaskan sebagai “knapp, und doch vielsagend”. Hukum Prägnanz ini menunjukkan tentang berarahnya segala kejadian, yaitu berarah kepada Prägnanz itu, yaitu sesuatu keadaan yang seimbang, suatu Gestalt yang baik. Gestalt yang baik, keadaan yang seimbang ini mencakup sifat-sifat keteraturan, kesederhanaan, kestabilan, simetri, dan sebagainya.
               Medan pengamatan, jadi juga setiap hal yang dihadapi oleh individu, mempunyai sifat dinamis, yaitu cenderung untuk menuju ke keadaan Prägnanz tersebut, keadaan yang seimbang. Keadaan yang probelematis adalah keadaaan yang tidak Prägnanz, tidak teratur, tidak sederhana, tidak stabil, tidak simetri, dan sebagainya dan pemecahan problem itu ialah mengadakan perubahan dalam struktur medan atau hal-hal yang dapat membawa hal yang problematic ke sifat Prägnanz.
     Teori Gestalt juga disebut juga dengan field theory atau insight full learning. Menurut para ahli psikologi Gestalt, maunsia itu bukanlah hanya sekedar makhluk reaksi yang hanya berbuat atau bereaksi jika ada perangsang yang mempengaruhinya. Manusia itu adalah individu yang merupakan kebutuhan jasmani-rohani. Sebagai individu yang bereaksi atau yang tepat berinteraksi dengan dunia luar dengan kepribadiannya dan dengan caranya yang unik pula. Tidak ada dua orang yang memiliki pengalaman-pengalaman yang benar-benar sama atau identik terhadap objek atau realita yang sama.
Dengan demikian maka belajar menurut psikologi Gestalt bukan hanya sekedar merupakan proses asosiasi antara stimulus-respons yang makin lama makin kuat karena adanya latihan-latihan atau ulangan-ulangan. Belajar menurut psikologi Gestalt terjadi jika ada pengertian (insight). Pengertian atau insight ini muncul apabila seseorang setelah beberapa saat mencoba memahami suatu masalah, tiba-tiba muncul adanya kejelasan, terlihat olehnya hubungan antara unsur-unsur yang satu dengan yang lain, kemudian dipahami sangkut pautnya (dimengerti maknanya). Sesuai dengan hasil eksperimen Kohler yang menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses rentetan pertemuan dengan bantuan pengalaman-pengalaman yang sudah ada. Manusia belajar memahami duna sekitarnya dengan jalan mengatur meyusun kembali pengalaman-pengalamannya yang banyak dan berserakan menjadi suatu struktur dan kebudayaan yang berarti dan dipahami olehnya.
Dengan singkat, belajar menurut psikologi Gestalt dapat diterangkan sebagai berikut. Pertama dalam belajar faktor pemahaman atau pengertian (insight) merupakan faktor yang penting. Dengan belajar dapat memahami/mengerti hubungan antara pengetahuan dan pengalaman. Kedua, dalam belajar, pribadi atau organism memegang peranan paling sentral. Belajar tidak hanya dilakukan secara reaktif-mekanistis belaka, tetapi dilakukan dengan sadar, bermotif dan bertujuan.
     Teori  Medan (Kurt Lewin)
            Kurt Lewin, bapak teori medan ini mula-mula adalah pengikut aliran psikologi Gestalt mahzhab Berlin, akan tetapi yang kemudian mengambil jalan sendiri, terutama dalam penelitian mengenai motivation. Pada waktu Hitler meningkat kekuasaannya, Lewin berimigrasi ke Amerika Serikat dan selanjutnya tinggal di Negara tersebut sampai akhir hidupnya.
            Lewin bertentangan dengan  Ach, Ach telah memberikan hal-hal baru yang ada di dalam psikologi asosiasi yang konvensional, seperti misalnya: Denkaufgabe, tendens determinasi, dsb; jadi memberikan unsur dinamis dalam belajar dan berpikir. Ach mengadakan eksperimen-eksperimen untuk membentuk kebiasaan, untuk mereproduksikan rangkaian huruf tanpa arti yang diperlihatkan lewat tachitoskop, dan selanjutnya diberikan tendens determinasi, yang sifatnya dapat mendorong atau menghambat. Jadi di sini kemauan dihadapkan  dengan kebiasaan, dan selanjutnya diusahakan untuk mengukur kemauan secara kuantitatif.
            Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Lewin sendiri banyak miripnya dengan eksperimen Ach dengan memodifikasi sedikit, tetapi interpretasinya. Interpretasinya ialah, bahwa perintah untuk membentuk syllable-syllable yang tadinya sudah dipelajari unutk disajikan berpengaruh sebagai perintah untuk memproduksinya. Selanjutnya ketika syllable yang tadinya dibalik Nampak, maka perintah terhadap diri sendiri untuk mereproduksi yang salah konflik dengan perintah yang benar terjadi dan timbullah interfensi.
            Hasil tes yang dilakukan Lewin itu memberikan keyakinan padanya bahwa adanya asosiasi tidak memberikan “motor/penggerak” bagi aktivitas mental, akan tetapi menurut Lewin bahwa selalu ada tegangan yang perlu bagi tiap aktivitas, termasuk aktivitas mereproduksi syllable-syllable tak berarti yang telah dipelajari lebih dahulu.
            Pengakuan terhadap organisasi dinamis daripada tendens reproduktif ini kemudian juga Nampak dalam eksperimen-eksperimen yang lebih kemudian mengenai hubungan antara tegangan dan retensi, sebagaimana nyata dalam ingatan mengenai tugas yang telah selesai dan yang belum selesai, dan tendens untuk melanjutkan tugas yang belum selesai jika kesempatan ada atau memungkinkan.

       Teori  Belajar Humanistik (Carl Rogers dan Maslow)

Ahli-ahli dalam teori belajar humanistik berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh bagaimana para peserta didik berfikir dan bertindak, teori tersebut juga dipengaruhi dan diarahkan oleh arti pribadi dan perasaan-perasaan mereka ambil dari pengalaman belajar mereka. Teori belajar humanistic di kemukakan oleh Carl Rogers dan Maslow.
            Humanisme menekankan konsep bahwa belajar itu terjadi terutama karena kemampuan manusia merefleksikan pengalaman pribadinya. Manusia dapat mengelaborasikan wawasan baru ke dalam pengalaman-pengalaman sebelumnya jika mereka memiliki kesempatan  dan alat-alat untuk melakukannya. Teknik belajar humanistik ini berakar dalam metode Sokrates dan Plato yang meyakini bahwa semua pengetahuan dan keyakinan  itu melekat pada diri manusia.
            Pendekatan humanistik ini meletakkan nilai tertinggi pada perkembangan pribadi di dalam memandang dan membangun realitas, yang melihat manusia terutama sebagai pembuat makna (meaning maker). Atau dengan kata lian, kelompok ini mengutamakan proses perngorganisasian internal yang dilakukan individu serta pengaruhnya terhadap cara dan proses “pergaulan” individu tersebut dengan lingkungannya dengan dirinya sendiri. Model-model mengajar dalam kelompok ini sangat mementingkan efek pengiring (nurturent effects) sistem lingkungan belajar.
            Carl Rogers mengembangakan pendekatan humnistik ini dengan metode yang ia sebut terapi diri. Contoh dari metode Carl Rogers  ialah model pengajaran non-direktif  yang bermanfaat untuk pembentukan kemampuan belajar mandiri untuk mencapai pemahaman dan penemuan diri sendiri sehingga terbentuk konsep diri (self-concept). Carl Rogers percaya bahwa apapun yang yang dapat diajarkan kepada orang lain relatif tidak penting. Sebaliknya, keinginan untuk belajar harus dating dari motivasi instrinsik, serta diciptakan oleh kebutuhan untuk pertumbuhan dan pemenuhan kebutuhan pribadi. Rogers membedakan 2 tipe belajar yaitu, kognitif (kebermaknaan) dan eksperintial (pengalaman atau signifikansi)
Pendapat humanstik lain berasal dari Maslow, Maslow  menyimpulkan bahwa teori humanistik  didasarkan pada asumsi bahwa dalam diri manusia ada dua hal yaitu adalah suatu usaha positif untuk berkembang dan kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu. Pada diri manusia mempunyai berbagai perasaan takut tetapi manusia juga mempunyai perasaan yang mendorong untuk maju kea rah ke unikan diri, kearah fungsinya semua kemampuan yang dimiliki dapat dikembangkan. Maslow membagi kebutuhan manusia menjadi tujuh hierarki yang tiap hierarki tersebut memiliki tingkat penting dalam pemenuhan yang harus dipanuhi dari yang paling dasar. Pendekatan humanistik mempersyaratkan struktur pembelajaran yang longgar, dapat digunakan dengan tingkat konseptual tinggi, menggunakan evaluasi diri, dan menghormati perbedaan individu.
Teori ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk ,memanusiakan manusia. Oleh karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila si pembelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain si pembelajar dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Menurut aliran Humanistik para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapah psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang untuk menjadi lebih baik dan belajar. Secara singkat pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk mengembangkan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri,menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Keterampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik. Dalam teori humanistik belajar dianggap berhasil apabila pembelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Akhirnya , dapat disimpulkan pendidkan merupakan syarat mutlak apabila manusia ingin tampil dengan sifat-sifat hakikat manusia yang dimilikinya.
C.    Kekurangan dan Kelebihan Teori Belajar 
1.      Teori Behaviorisme                    
   Kelebihan :
·          Membisakan guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan kondisi belajar.
·         Guru tidak membiasakan memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika murid menemukan kesulitan baru ditanyakan pada guru yang bersangkutan.
·         Mampu membentuk suatu prilaku yang diinginkan mendapatkan pengakuan positif dan prilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative yang didasari pada prilaku yang tampak.
·         Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan, dapat mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk sebelumnya. Jika anak sudha mahir dalam satu bidang tertentu, akan lebih dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan pengulangan yang berkesinambungan tersebut dan lebih optimal. 
·         Bahan pelajaran yang telah disusun hierarkis dari yang sederhana sampai pada yang kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu mampu menghasilakan suatu prilaku yang konsisten terhadap bidang tertentu.
·         Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimuls yang lainnya dan seterusnya sampai respons yang diinginkan muncul.
·         Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsure-unsur kecepatan, spontanitas, dan daya tahan. 
·         Teori behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru, dan suka dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.
   Kekurangan :
·          Sebuah konsekwensi untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap.
·         Tidak setiap pelajaran dapat menggunakan metose ini.
·         Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa di dengar dan di pandang sebagai cara belajar yang efektif. 
·         Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap sebagai metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa. 
·         Murid dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan oleh guru.
·         Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelsan dari guru dan mendengarkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga inisiatf siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa diselesaikan oleh siswa.
·         Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif, tidak produktif, dan menundukkan siswa sebagai individu yang pasif.
·         Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher cencered learning) bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
·          Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi siswa, yaitu guru sebagai center, otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih, dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.
2.      Teori Belajar Kognitivisme
   Kelebihan :
·         Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri
·         Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah

   Kekurangan :
·         Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan.
·      Sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut.
·         Beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.

D.    Penerapan Teori Belajar Dalam Pendidikan (Teori Behaviorisme).
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Teori belajar behaviorisme jika diterapakan ke dalam pendidikan misalnya saja seperti:
·      Ketika selesai melaksanakan ujian/ulangan guru harus segera menyampaikan hasil ujian/ulangan tersebut kepada siswa, serta guru harus mengaevaluasi hasil tersebut. Jika ada kesalahan harus diberitahukan kepada siswa dan memberi tahu jawaban atau cara menjawab pertanyaan yang benar. (Teori Skinner)
·      Memperbanyak tugas individu daripada tugas kelompok, karena ketika siswa itu melaksanakan tugas dengan format kelompok maka siswa tersebut akan kurang bias mengembangkan kemampuannya karena tugas individu di dalam kelompok sangat terbatas. (Teori Skinner)
·      Apabila sudah diketahui hasil ujian/ulangan, sebaiknya guru memberikan hadiah kepada siswa yang memiliki nilai tertinggi. Hadiah bukan saja berbentuk materil tapi juga bias hanya sekedar ucapan selamat atau juga pujian. Tetapi dalam pemberian hadiah ini, diharapkan guru hanya melakukannya kadang-kadang dan apabila diperlukan saja. (Teori Skinner)
·      Dalam proses pembelajaran, guru juga bisa menggunakan kelas outdoor agar siswa bisa menyegarkan pikirannya dan merasa senang. Misalnya jika materi itu mengenai pertumbuhan dan perkembangan tanaman, siswa bisa melakukan kegiatan pembelajaran di tengah-tengah kebun sayur atau taman. (Teori Thorndike)
·      Setiap materi selesai diajarkan, sebaiknya guru selalu membuat evaluasi belajar kepada siswa. Sehingga jika materi yang telah diajarkan itu belum sepenuhnya dipahami oleh siswa, guru akan mengulangnya kembali dan tidak melanjutkan ke materi selanjutnya. (Teori Thorndike)
·      Urutan mata pelajaran diatur sedemikian rupa sehingga mata pelajaran yang terdahulu tidak menghambat tetapi justru harus menjadi perangsang yang mendorong belajar pada mata pelajaran berikutnya. (Teori Hull)


E.  Daftar Pustaka
§      Rumini, Sri. Dimyati Mahmud, M. Sundari H.S, Siti. Danuri. Suharno, R. Yusuf S, Nurbani. Tiala, D. Ayriza, Yulia. 1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Unit Percetakan dan Penerbitan (UPP) Universitas Negeri Yogyakarta.
§      Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
§      Ngalim Purwanto, M. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya.
§      Danim, Sudarwan. Khairil, H. 2010. Psikologi Pendidikan, Dalam Perspektif Baru. Bandung: CV. Alfabeta.
§      Siska Mega Diana. 2012. Teori-teori Pendidikan. http://rajanarai.blogspot.com/2012/11/teori-teori-pendidikan.html.  28  Maret 2014, 13.00
§      Haryanto, S.Pd. 2010. Macam-macam Teori Belajar. http://belajarpsikologi.com/macam-macam-teori-belajar/.   30 Maret 2014, 12.30
§      Zainal. 2010.Teori-teori belajar behaviorisme, gestalt, kognitivisme, konstruktivisme, CBSA, Keterampilan Proses, sosial, CTL, pendekatan komunikatif, pendekatan tematik-integratif. http://zaifbio.wordpress.com/2010/04/29/teori-teori-belajar-behaviorisme-gestalt-kognitivisme-konstruktivisme-cbsa-keterampilan-proses-sosial-ctl-pendekatan-komunikatif-pendekatan-tematik-integratif/. 30 Maret 2014, 12.40
§      Bunya Faisah Dyah. 2011. Aliran-aliran Pendidikan. http://www.academia.edu/3076170/Aliran-aliran_teori_pendidikan.   03 April 2014, 11.15
§      Opini. 2013. Keunggulan dan Kelemahan Teori Belajar. http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/10/keunggulan-kelemahan-teori-belajar-318296.html.  30 Maret 2014, 12.30
§      Dini Komala Sari. 2013. Teori Pembelajaran Behaviorisme dengan Model Pembelajaran TCL (Teacher Centered Learning). http://dinikomalasari.wordpress.com/2013/11/27/teori-pembelajaran-behaviorisme-dengan-model-pembelajaran-tcl-teacher-centered-learning/.  06 April 2014, 12.15
§      Fatimah Ahmad. 2013. Resume Teori Belajar Behaviorisme. http://patimahahmad.blogspot.com/2013/11/resume-teori-belajar-behaviorisme.html.  06 April, 12.20
§      M. Rizqi Fauzi. 2012. Teori-teori Pendidikan dan Aplikasinya. http://riefqie-yupss.blogspot.com/2009/06/by-m.html.  06 April 2014, 12.30





Tidak ada komentar:

Posting Komentar