A. Pengertian Belajar
Belajar adalah
suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang relatif menetap, baik yang diamati maupun tidak dapat diamati
secara langsung, yang terjadi sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman dalam
interaksinya dengan lingkungan. Berikut beberapa definisi belajar yang
dikemukakan oleh para tokoh:
·
Hilgard dan Bower, dalam buku Theories of Learning (1975) mengemukakan. “Belajar berhubungan dengan
perubahan tingkah laku seseoramg terhadap sesuatu situasi tertentu yang
disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana
perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan
respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya,
kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya).
·
Witherington, dalam buku Educational Psychology mengemukakan.
“Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri
sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap,
kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.
·
Good
and Brophy, dalam bukunya Educational Psychology: A Realistic Approach mengemukakan arti
belajar dengan kata-kata yang singkat, yaitu Learning is the development of new associations as a result of
experience. Dengan pendapatnya tersebut bisa dijelaskan bahwa belajar
adalah suatu proses yang benar-benar bersifat internal (a purely internal event). Belajar merupakan suatu proses yang
tidak dapat dilihat dengan nyata, karena proses tersebut terjadi di dalam diri
seseorang yang sedang mengalami belajar.
Makhluk hidup perlu untuk
menyesuaikan dengan dunianya agar tetap bisa mempertahankan hidupnya, sehingga
semua makhluk hidup membutuhkan belajar. berikut ini beberapa macam cara
penyesuaian diri yang dilakukan manusia dengan sengaja maupun tidak sengaja dan
juga hubungannya dengan belajar yang dilakukan manusia.
a. Belajar
dan Kematangan.
Kematangan
adalah suatu proses pertumbuhan organ-organ. Kematangan adalah proses yang
datang dengan sendirinya tanpa disadari maupun direncanakan, sedangkan belajar
adalah proses yang sadar dan kita kehendaki. Meskipun kedua proses ini bertolak
belakang, belajar dan kematangan terjadi di dalam individu saling
menyempurnakan.
b. Belajar
dan Penyesuaian Diri.
Penyesuaian
diri merupakan juga suatu proses yang dapat merubah tingkah laku manusia.
Penyesuaian diri terbagi menjadi dua autoplastis,
yaitu manusia mengubah dirinya yang disesuaikan dengan keadaan lingkungan, dan alloplastis yaitu manusia mengubah
lingkungan/dunia luarnya yang disesuaikan dengan kebutuhan dirinya. Manusia
selalu belajar tiap harinya, tetapi tidak semua belajar adalah penyesuaian
diri.
c. Belajar
dan Pengalaman.
Belajar
dan pengalaman keduanya adalah proses yang dapat merubah sikap dan tingkah
laku. Kebanyakan manusia yang telah mengalami sesuatu akan belajar dari
pengalaman tersebut.
d. Belajar
dan Bermain.
Bermain
biasanya merupakan kegiatan khusus bagi anak-anak, meskipun juga orang dewasa
juga melakukannya. Berbeda dengan belajar, belajar adalah hal umum yang
dilakukan semua orang diberbagai rentang usia. Menurut sifatnya, perbedaan
antara bermain dan belajar mempunyai tujuan yang terletak di masa depan,
sedangkan bermain hanyalah kegiatan yang dilakukan untuk situasi tertentu saja.
Tetapi meskipun terdapat perbedaan dari sifatnya, belajar dan bermain
seringkali merupakan kegiatan yang dilakukan bersamaan.
e. Belajar
dan Pengertian.
Ada
belajar yang dilakukan tanpa memperhatikan maksud dan tujuannya, misalkan saja
pada anak burung yang sedang belajar terbang, dan ada pula pengertian yang
tidak disertai dengan belajar, misalkan seseorang mengerti bahwa rokok itu
berbahaya tetapi tetap saja ia merokok.
f. Belajar
dan Menghafal/Mengingat.
Menghafal/mengingat
tidak sama dengan belajar, meskipun didalam belajar itu sendiri terdapat proses
mengingat. Jika seseorang hanya hafal atau ingat, tidaklah menjamin orang
tersebut juga belajar dalam arti yang sebenarnya. Karena untuk mengetahui
sesuatau tidak cukup hanya dengan mengahafal saja tetapi harus disertai pula
dengan pengertiannya.
g. Belajar
dan Latihan.
Belajar
dan latihan, keduanya dapat merubah sikap, tingkah laku, dan pengetahuan. Tetapi
ada belajar yang tidak disertai dengan latihan, misalkan saja seorang anak
kecil yang tertusuk duri mawar, hanya dengan sekali tertusuk saja anak kecil
tersebut tahu bahwa duri itu menyakitkan.
Belajar sebagai proses atau aktivitas disyaratkan
oleh banyak sekali hal-hal atau faktor-faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar itu banyak sekali macamnya, terlalu banyak untuk disebutkan satu
persatu. Sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat diklasfikasikan
sebagai berikut:
a. Faktor
yang berasal dari luar diri individu (eksternal).
·
Faktor-faktor non-sosial, contohnya:
-
Keadaan udara.
-
Suhu udara.
-
Cuaca.
-
Waktu (pagi, siang, atau malam).
-
Tempat.
-
Alat-alat untuk belajar (alat tulis,
buku, dll)
·
Faktor-faktor sosial: adalah faktor
manusia (sesama manusia), baik manusia
itu ada (hadir) maupun kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung
hadir, contohnya:
-
Kehadiran orang lain yang tiba-tiba
datang saat sedang belajar.
-
Banyak orang yang berbicara dengan keras
saat belajar.
-
Beberapa orang hilir mudik didepan kita
saat belajar.
-
Suara lagu yang kemudian terdengar saat
kita belajar.
b. Faktor-faktor
yang berasal dari dalam diri individu (internal)
·
Faktor-faktor fisiologis.
-
Tonus jasmani pada umumnya : keadaan
jasmani yang melatarbelakangi aktivitas belajar, contohnya: nutrisi tubuh,
penyakit yang diderita.
-
Keadaan fungsi-fungsi fisiologis
tertentu : fungsi-fungsi organ tubuh yang berpengaruh dalam belajar, contoh :
mata, telinga, tangan.
·
Faktor-faktor psikologis
Yaitu
hal-hal yang mendorong terjadinya proses belajar itu sendiri, contohnya :
-
Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki yang lebih luas.
-
Adanya sifat kreatif yang ada pada
manusia dan keinginan untuk maju.
-
Adanya keinginan untuk mendapat simpati
orang lain.
-
Adanya keinginan untuk memperbaiki
kegagalan.
-
Adanya ganjaran atau hukuman sebagai
akhir dari proses belajar.
B.
Teori-teori
Belajar
Para ahli telah
mengemukakan beberapa teori belajar, dengan teori-teori tersebut kita bisa
mengetahui bagaimana sebenarnya proses belajar itu terjadi, teori-teori
tersebut antara lain ialah:
1.
Teori
Behaviorisme
Kerangka kerja teori belajar behaviorisme adalah empirisme. Asumsi
filosofis dari behaviorisme adalah nature of human being (manusia tumbuh secara
alami). Latar belakang empirisme adalah How we know what we know (bagaimanah
kita tahu apa yang kita tahu). Menurut paham ini pengetahuan pada dasarnya
diperoleh dari pengalaman (empiris). Aliran behaviorisme didasarkan pada
perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Oleh karena itu aliran ini berusaha
mencoba menerangkan dalam pembelajaran bagaimanah lingkungan berpengaruh
terhadap perubahan tingkah laku. Dalam aliran ini tingkah laku dalam belajar
akan berubah kalau ada stimulus dan respon. Stimulus dapat berupa prilaku yang
diberikan pada siswa, sedangkan respons berupa perubahan tingkah laku yang
terjadi pada siswa. Jadi, berdasarkan teori behaviorisme pendidikan dipengaruhi
oleh lingkungan. Tokoh aliran behaviorisme antara lain : Pavlov, Watson,
Skinner, Hull, Guthrie, dan Thorndike.
►
Teori Classical
Conditioning (Pavlov)
Dapat dikatakan bahwa pelopor dari teori Conditioning adalah Ivan Ptrovich Pavlov
(1849-1936), seorang ahli psikologi-refleksologi dari Rusia, istilah lain dari
teori ini adalah Pavlovianisme, diambil dari nama Pavlov sendiri. Prosedur Conditioning Pavlov disebut Classic karena merupakan penemuan
bersejarah dalam psikologi.
Pavlov mengadakan percobaan-percobaan dengan anjing.
Seekor anjing yang telah dibedah sedemikian rupa, sehingga kelenjar ludahnya
berada diluar pipinya, dan anjing tersebut dimasukkan ke kamar yang gelap. Di
kamar itu hanya ada sebuah lubang yang terletak di depan mulutnya. Lubang
tesebut adalah tempat untuk menyodorkan makanan atau menyorotkan cahaya pada
waktu diadakan percobaan-percobaan. Pada mulutnya yang telah dibedah itu
dipasang sebuah pipa (selang) yang dihubungkan dengan sebuah tabung di luar
kamar. Dengan demikian dapat diketahui keluar tidaknya air liur dari mulut
anjing itu pada waktu percobaan. Alat-alat yang digunakan dalam percobaan-percobaan
itu adalah makanan, lampu senter (untuk menyorotkan bermacam-macam warna), dan
sebuah bunyi-bunyian.
Anjing yang
digunakan dalam percobaan tersebut dibiarkan lapar terlebih dahulu, setelah itu
bel dinunyikan. Setelah selama 30 detik
bel berbunyi makanan diberikan. Percobaan tersebut diulangi berkali-kali denga
jarak waktu 15 menit. Setelah diulang selama 32 kali, ternyata bunyi bel saja
dapat membuat air liur anjing itu keluar, dan bertambah deras ketika makanan
diberikan.
Dari percobaan-percobaan yang dilakukan dengan
anjing itu, Pavlov menyimpulkan bahwa gerakan-gerakan refleks itu dapat
dipelajari; dapat berubah karena mendapat latihan. Sehingga dengan demikian
dapat dibedakan dua macam refleks, yaitu refleks wajar (unconditioning reflex):
keluar air liur ketika melihat makanan yang lezat, dan refleks bersyarat
(conditioned reflex): keluar air liur karena menerima reaksi terhadap warna
sinar tertentu/bunyi tertentu. Menurut Pavlov, sedangkan makanan tersebut
berfungsi sebagai penguatan yang disebut Reinforcement
yang disingkat Ri, karena memperkuat
refleks bersyarat yang menimbulkan respon yang lebih kuat dari pada refleks
bersyarat.
►
Teori
Belajar Watson
Tokoh utama dalam teori behaviorisme adalah J.B
Watson. Watson sebenarnya mula-mula belajar filsafat, teteapi kemudian pindah
ke dalam lapangan psikologi. Seperti Pavlov, Watson juga melakukan percobaan
dengan binatang. Watson mengadakan eksperimen-eksperimen tentang perasaan takut
pada anak dengan menggunakan tikus dan kelinci. Dari hasil percobaan Watson,
dapat ditarik kesimpulan bahwa perasaan takut pada anak dapat diubah atau
dilatih. Anak dalam percobaan Watson yang awalnya tidak takut dengan kelinci
dibuat takut dengan kelinci. Kemudian Watson melatihnya kembali agar tidak
takut dengan kelinci.
Watson berpendapat bahwa sebagai sciencde psikologi
harus bersifat positif, sehingga obyeknya bukanlah kesadaran dan hal-hal lain
yang dapat diamati, melainkan haruslah tingkah laku, lebih tegasnya lagi
tingkah laku yang positif, yaitu tingkah laku yang dapat diobservasi. Tingkah
laku adalah reaksi organism sebagai keseluruhan terhadap perangsang dari luar.
Resksi tersebut terdiri dari gerakan-gerakan dan perubahan-perubahan jasmani
tertentu, jadi dapat diamati secara obyektif.
Bagian-bagian teori Watson yang terpenting adalah:
·
Teori Sarbon (Stimulus and Response Bond Theory)
Tingkah
laku yang kompleks ini dapat dianalisis menjadi serangkaian “unit” perangsang
dan reaksi (stimulus and response),
yang disebut refleks.
-
Perangsang atau stimulus itu adalah
situasi obyektif , yang wujudnya dapat bermacam-macam, seperti misalnya: sinar,
bola kasti yang dilemparkan, rumah yang terbakar, dsb.
-
Repons adalah reaksi obyektif daripada
individu terhadap situasi sebagai perangsang, yang wujudnya juga dapat
bermacam-macam sekali, seperti misalnya: memukul bola, mengambil makanan,
menutup pintu, dsb.
Dalam eksperimen-eksperimennya yang lebih lanjut
Watson menyimpulkan, bahwa reaksi-reaksi emosional itu dapat ditimbulkan dengan
persyaratan (conditioning) dan reaksi
emosional bersyarat itudapat dihilangkan dengan persyaratan kembali (reconditioning).
Tentang proses persyaratan dan
persyratan kembali tersebut pada intinya sama dengan yang dilakukan oleh
Pavlov.
►
Teori
Operant Conditioning (B.F Skinner)
Teori ini dikemukakan oleh Burrhus Frederic Skinner,
ia dilahirkan di Susquehanna pada tahun 1904. Seperti Pavlov dan Watson,
Skinner juga memikirkan tingkah laku sebagai hubungan antara perangsang dan
respon. Hanya perbedaannya, Skinner membuat perincian yang lebih jauh. Skinner
membedakan adanya dua macam respons, yaitu:
a.
Respondent Response/Reflexive
Response (Tingkah
Laku Respoden/Conditioning Tipe S)
Respondent
respons adalah respon/tingkah laku yang ditimbulkan oleh perangsang/stimulus
yang jelas. Misalnya, keluar air liur setelah melihat makanan tertentu. Pada
umumnya, perangsang-perangsang tertentu akan mendahului respon yang
ditimbulkannya. Teori conditioning tipe
S ini sama dengan classical conditioning
Pavlov.
b.
Operant Response/Conditioning (Tingkah Laku Operan/Instrumental/Conditioning Tipe R)
Yaitu
respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang
tertentu. Perangsang yang seperti itu disebut dengan reinforcing stimuli atau reinforcer,
karena perangsang tersebut memperkuat respon yang telah diikuti (karena
memperkuat) suatu tingkah laku tertentu yang telah dilakukan. Dalam operant
response terdapat prinsip-prinsip umum, yaitu:
-
Setiap respon yang diikuti stimulus yang
memperkuat atau reward, akan cenderung diulangi.
-
Reinforcing stimuli/stimulus yang
bekerja memperkuat respon/reward, akan meningkatkan kecepatan respon/reward.
Reward akan meningkatkan dulanginya respon.
Dalam kenyataan,
respon jenis pertama (responden/reflexive respon/behavior) sangat terbatas pada
manusia. Sebaliknya operant response/behavior merupakan bagian terbesar tingkah
laku manusia dan kemungkinan untuk memodifikasinya hampir tak terbatas. Oleh
karena itu, Skinner lebih memofuskan pada respon atau jenis tingkah laku yang
kedua ini.
Percobaan
Skinner terkenal dengan nama “Skinner Box”, percobaan Skinner terdiri dari dari
ruangan yang didalamnya trdapat tombol, tempat makanan, lampu yang dapat diatur
nyalanya, dan lantai yang terdiri dari jeruji besi yang dapat dialiri listrik.
Juga tersedia tempat makanan, jika tombolnya ditekan maka makanan akan jatuh
tepat di tempat makanan. Percobaan Skinner ini menggunakan tikus. Tikus yang
lapar dimasukkan ke dalam box, gerakan tikus di dalam box yang akan diamati.
Pengamatan dilakukan dalam waktu tertentu dengan memperhatikan gerakan-gerakan
yang dilakukan oleh tikus.
Prosedur
pembentukan tingkah laku dalam operant conditioning secara sederhana adalah
sebagai berikut:
-
Mengidentifikasi, hal-hal apa yang
merupakan reinforcer (hadiah) bagi
tingkah laku yang akan dibentuk.
-
Menganalisis, dan selanjutnya
mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk tingkah laku yang
dimaksud. Komponen tersebut kemudian disusun dalam urutan yang tepat untuk
menuju kepada erbentuknya tingkah laku yang dimaksud.
-
Berdasarkan urutan komponen-komponen
yang sudah diidentifikasi sebelumnya, komponen tersebut akan diidentifikasi
kembali dengan mencari faktor reinforcer di
dalamnya.
-
Melakukan pembentukan tingkah laku,
dengan menggunakan urutan komponen-komponen yang telah disusun. Jika komponen
pertama sudah dilakukan maka hadiah akan diberikan, hal ini akan mengakibatkan
komponen tersebut akan cenderung untuk sering dilakukan. Jika komponen kedua
dilakukan, kemudian komponen kedua yang akan diberi hadiah, sementara jika
melakukan komponen pertama hadiah tidak lagi diberikan, demikian cara ini
berlaku untuk komponen-kompenen selanjutnya.
Teori Skinner
sangat besar pengaruhnya, terutama di Amerika serikat dan negara-negara dibawah
pengaruhnya. Di dalam dunia pendidikan, khususnya dalam lapangan metodologi dan
teknologi pengajaran, sangat besar pengaruhnya. Program-program inovatif dalam
bidang pengajaran sebagaian besar disusun berdasarkan teori Skinner ini.
►
Teori
Systematic Behavior (Hull)
Seperti halnya dengan Skinner, maka Carl C. Hull
mengikuti jejak Thorndike dalam usahanya mengembangkan teori belajar.
prinsip-prinsip yang digunakannya mirip dengan apa yang dikemukakan oleh para
behavorioris yaitu dasar stimulus-respon dan adanya reinforcement.
Carl C. Hull mengemukakan teorinya, yaitu bahwa
suatu kebutuhan atau “keadaan terdorong” (oleh motif, tujuan, maksud, aspirasi,
dan ambisi) harus ada di dalam diri seseorang yang belajar, sebelum suatu
respon dapat diperkuat atas dasar pengurangan kebutuhan itu. Dalam hal ini
efisiensi belajar tergsntung pada besarnya tingkat pengurangan dan kepuasan
motif yang menyebabkan timbulnya usaha
belajar itu oleh respon-respon yang dibuat oleh individu tersebut. Setiap
objek, kejadian atau situasi dapat mempunyai nilai sebagai penguat apabila hal
itu dihubungkan dengan penurunan terhadap suatu keadaan deprivasi (kekurangan)
pada diri individu tersebut, yaitu jika objek, kejadian atau situasi tadi dapat
menjawab suatu kebutuhan pada saat individu itu melakukan respon.
Prinsip penguat (reinforcer)
menggunakan seluruh situasi yang memotivasi, mulai dari dorongan biologis
yang merupakan kebutuhan utama seseorang sampai pada hasil-hasil yang
memberikan ganjaran bagi seseorang sampai pada hasil-hasil yang memberikan
ganjaran pada seseorang. Jadi, prinsip yang utama adalah: suatu kebutuhan atau
motif harus ada pada seseorang sebelum belajar itu terjadi; dan bahwa apa yang
dipelajari itu harus diamati oleh orang yang belajar sebagai sesuatu yang
mengurangi kekuatan kebutuhannya atau menguatkan kebtuhannya.
Dua
hal yang sangat penting dalam proses belajar dari Hull ialah adanya incentive motivation (motivasi intensif)
dan drive stimulus reduction (pengurangan
stimulus pendorong). Kecepatan berespon berubah bila besarnya hadiah juga berubah.
Clark Hull juga menggunakan
variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian
belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi
Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat
terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull
mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive
reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan
manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu
dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin
dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini,
tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).
►
Teori
Kontiguitas Conditioning (Guthrie)
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum
kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada
waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell,
Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon
untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan
terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon
lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang
baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru.
Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam
kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar
hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga
percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses
belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah
tingkah laku seseorang.
►
Teori
Conectionism/Koneksionisme
(Thorndike)
Menurut teori trial
and error (mencoba-coba dan gagal) ini setiap organisme jika dihadapkan
dengan situasi baru akan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya hanya
coba-coba secara membabi buta. Jika dalam usaha mencoba-coba itu secara
kebetulan cocok itu kemudian “dipegangnya”. Karena latihan yang terus menerus
maka waktu yang dipergunakan untuk melakukan perbuatan yang cocok itu makin
lama makin efisien.
Hal tersebut sangat cocok dengan eksperimen yang
dilakukan oleh Edward Lee Thorndike
tokoh teori belajar koneksionisme. Thorndike melakukan eksperimen dengan
menggunakan seekor kucing. Kucing tersebut ia buat lapar. Setelah kucing itu
merasa lapar, maka kucing itu dimasukkan ke dalam kandang (puzzle box). Pada
kandang itu dibuat lubang pintu yang tertutup yang dapat terbuka jika suatu
pasak di pintu itu tersentuh. Di luar kandang diletakkan sepiring makanan
(daging).
Kucing yang lapar tersebut melakukan berbagai
tingkah laku untuk keluar dari kandang tersebut. Mula-mula kucing itu bergerak
kesana kemari mencoba-coba hendak keluar melalui berbagai jeruji kandang
tersebut. Lama kelamaan pada suatu ketika secara kebetulan tersentuhlah pasak
lubang pintu oleh salah satu kakinya. Kemudian pintu kandang itu terbuka, dan
kucing itupun keluar dari kandang.
Percobaan tersebut dilakukan lagi dengan menggunakan
kucing yang sama. Tingkah laku kucing itu pada mulanya sama seperti percobaan
pertama. Hanya waktu yang diperlukan untuk bergerak kesana kemari sampai
terbukanya pintu menjadi lebih singkat. Akhirnya ketika percobaan dilakukan
yang kesekian kalinya kucing itu tidak perlu kesana kemari untuk mencoba-coba,
tetapi langsung menyentuh pasak pintu dan terus keluar mendapatkan makanan. Ini
berarti selama eksperimen, kucing dapat memilih atau menyeleksi respons yang
berguna dan respons yang tidak berguna. Dari eksperimen ini dapat disimpulkan
bila belajar dapat terjadi dengan dibentuknya hubungan, atau
ikatan/bond/asosiasi/koneksi neural yang kuat antara stimulus dan respons.
Dengan pernyataan tersebut maka teori Thorndike
disebut dengan teori koneksionisme. Jadi, proses belajar menurut Thorndike
melalui proses:
a.
Trial and error (mencoba-coba
dan mengalami kegagalan.
b. Law of effect; yang
berarti bahwa segala tingkah laku yang berakibatkan suatu keadaan yang
memuaskan (cocok dengan tuntutan situasi) akan diingat dan dipelajari dengan
pada manusia.
Sedangkan segala
tingkah laku yang berakibatkan tidak menyenangkan akan dihilangkan atau
dilupakannya. Tingkah laku ini terjadi secara otomatis. Otomatisme dalam
belajar itu dapat dilatih dengan syarat-syarat tertentu, pada binatang maupun
manusia.
Thorndike melihat bahwa organisme itu
(juga manusia) sebagai mekanisus; hanya bergerak/bertindak jika ada perangsang
yang mempengaruhi dirinya. Terjadinya otomatisme dalam belajar menurut Thordike
disebabkan adanya law of effect itu.
Dalam kehidupan sehari-hari law of effect itu dapat terlihat dalam hal member
pengahrgaan/ganjaran dan juga dalam hal memberi hukuman dalam pendidikan. Akan
tetapi menurut Thorndike yang lebih memegang peranan dalam pendidikan ialah hal
memberi penghargaan/ganjaran dan itulah yang lebih dianjurkan.
Thorndike juga merumuskan hasil
eksperimen yang ia lakukan kedalam tiga tiga hukum dasar dan lima hukum
tambahan.
Y
Hukum Dasar Thorndike.
a. Hukum
Kesiapan (The Law of Readiness), rumusan hukum kesiapan adalah sebagai berikut:
·
Jika seseorang telah siap untuk
melakukan suatu tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut memberikan
kepuasaan untuknya, sehingga seseorang
tersebut tidak akan melakukan tingkah laku lain.
·
Jika seseorang telah siap melakukan
suatu tingkah laku, tetaoi ia tidak bisa melakukan tingkah laku tersebut maka
akan timbul kekecewaan baginya, sehingga ia melakukan tingkah laku lain untuk
mengurangi kekecewaannya.
·
Jika seseorag belum siap melakukan suatu
tingkah laku, tetapi di sisi lain ia harus melakukan tingkah laku tersebut,
maka ia juga akan merasakan kekecewaan. Ia akan melakukan tingkah laku lain
untuk menghalangi tingkah laku tersebut harus dilakukan.
·
Jika seseorang belum siap untuk
melakukan suatu tingkah laku, dan tingkah laku tersebut tidak dilaksanakan,
maka ia akan merasakan kepuasan.
b. Hukum
Latihan (The Law of Exercise)
·
Hukum Penggunaan (The Law of Use)
Hukum ini menyatakan bahwa dengan
latihan yang terus diulang-ulang, maka hubungan stimulus dan respon akan
semakin kuat.
·
Hukum Tidak Ada Penggunaan (The Law of
Disuse)
Hukum ini menyatakan jika latihan
dihentikan, maka hubungan antara stimulus dan respon akan melemah.
c. Hukum
Akibat (The Law of Effect)
Hukum ini menyatakan bahwa hubungan
antara stimulus dan respon akan menguat jika hasilnya memuaskan, dan hubungan
stimulus dan respon melemah jika hasilnya tidak memuaskan. Perbuatan yang
menghasilkan sesuatu yang menyenangkan maka perbuatan tersebut akan diulang lagi.
Akan tetapi jika hasil dari perbuatan tersebut menghasilkan sesuatu yang
merugikan, maka perbuatan tersebut cenderung tidak akan dilakukan lagi.
Y Hukum
Tambahan Thorndike.
a. Multiple Respons
(Reaksi yang Bervariasi)
Adalah langkah awal dalam proses belajar
itu sendiri. Melalui proses trial and error, seseorang akan melakukan berbagai
respon sebelum ia bisa memecahkan masalahnya.
b. Sikap
(Set atau Attitude).
Adalah situasi di dalam diri individu
yang menentukan sesuatu itu menyenangkan atau tidak. Proses belajar akan
berjalan lancar jika situasinya
menyenangkan, dan akan terhambat jika
situasi di dalam proses belajar tersebut tidak menyenangkan.
c. Prinsip
Aktivitas Berat Sebelah (Partial
Activity/Prepontesial of Elements)
Adalah prinsip yang menyatakan bahwa manusia
memberikan respon pada aspek yang hanya sesuai dengan persepsinya. Dapat
disimpulkan bahwa manusia satu dan lainnya akan memberikan respon yang berbeda
terhadap stimulus yang sama. Dalam proses belajar, lingkungan akan mempengaruhi
kesan yang berbeda pada setiap orang.
d. Respons by Analogy
Manusia dapat merespon sesuatu yang
belum alami karena manusia dpat menghubungkan situasi baru yang belum mereka
alami dengan situasi yang lama yang sudah mereka alami, dan pada respon
tersebut tertransfer pula unsur-unsur situasi yang lama ke dalam situasi yang
baru.
e. Perpindahan
Asosiasi (Associative Shifting)
Adalah proses peralihan suatu situasi
yang telah terjadi ke dalam suatu situasi yang belum terjadi sebelumnya
secara bertahap, dengan sedikit demi sedikit memasukkan unsur yang baru dan
sedikit demi sedikit membuang unsur yang lama.
2.
Teori
Belajar Kognitivisme
Kerangka kerja atau dasar pemikiran dari teori
pendidikan kognitivisme adalah dasarnya rasional. Teori ini memiliki asumsi
filosofis yaitu the way in which we learn (Pengetahuan seseorang diperoleh
berdasarkan pemikiran) inilah yang disebut dengan filosofi rationalisme.
Menurut aliran ini, kita belajar disebabkan oleh kemampuan kita dalam
menafsirkan peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam lingkungan. Teori
kognitivisme berusaha menjelaskan dalam belajar bagaimanah orang-orang
berpikir. Oleh karena itu dalam aliran kognitivisme lebih mementingkan proses
belajar dari pada hasil belajar itu sendiri.karena menurut teori ini bahwa
belajar melibatkan proses berpikir yang kompleks. Jadi, menurut teori
kognitivisme pendidikan dihasilkan dari proses berpikir. Tokoh aliran
Kognitivisme antara lain : Koffka, Kohler, Wertheimer, Kurt Lewin, Maslow,
Rogers.
► Teori
Gestalt (Koffka, Kohler, Wertheimer)
Orang yang dipandang menjadi perintis langsung psikologi Gestalt
adalah Chr. Von Ehferens, dengan karyanya “Uber
Gestaltqualitation” (1890). Berlawanan dengan aliran-aliran asosiasi yang
bersifat molecular, aliranb ini menekankan pentingnya keseluruhan. Pokok
pikiran aliran ini ialah:
a. Gestalt
mempunyai sesuatu yang melebihi jumlah unsure-unsurnya, dan
b. Gestalt
itu timbul lebih dulu daripada bagian-bagian.
Selanjutnya orang
benar-benar dipandang sebagai pendiri aliran ini adalah Max Wertheimer
(1940-1943) seorang psikolog Jerman. Gerakan psikologi Gestalt itu mula-mula
dimuat dalam artikel Wertheimer pada tahun 1912. Ia mempunyai hubungan yang
sangat dekat dengan Wolfgang Kohler dan Koffka. Kedua orang ini melakukan
eksperimen yang pertama kali untuk Wertheimer. Dan ketiga orang ini memiliki
pemikiran yang sejajar dan memberikan sumbangan yang besar pada psikologi
Gestalt.
Eksperimen-eksperimen Wertheimer mengenai “Scheinbewegung” (gerak semu) memberikan
kesimpulan, bahwa pengamatan mengandung hal yang melebihi jumlah
unsur-unsurnya. Ini adalah gejala Gestalt. Penelitian dalam bidang optic ini
kemudian juga dipandang berlaku (kesimpulan serta prinsip-prinsipnya) di bidang
lain, seperti misalnya di bidang belajar. lebih jauh eksperimen-eksperimen yang
dilakukan W. Kohler dengan chimpanse di pulau Tenerife (1913-1917) memberikan
kesimpulan-kesimpulan yang berlawanan dengan teori-teori molecular.
Psikologi Gestalt bermula pada lapangan pengamatan
(persepsi) dan mencapai sukses yang terbesar juga dalam lapangan ini.
Demonstrasinya mengenai peranan latar belakang dan organisasinya terhadap
psoses-proses yang diamati secara fenomenal demikian meyakinkan sehingga boleh
dikatakan tidak dapat dibantah. Kritik pokok yang dilancarkannyaterhadap teori
asoisasi ialah diyujukan terhadap anggapan yang menyatakan bahwa pengamatan
yang dipersatukan (diikat) oleh asosiasi.
Ketika para ahli Gestalt beralih dari masalah
pengamatan ke masalah belajar, maka hasil-hasil yang telah kuat/sukses dalam
penelitian mengenai pengamatan itu di bawanya dalam studi mengenai belajar, dan
alasan-alasan yang dulunya ditujukan terhadap teori asosiasi kini dilancarkan
terhadap teori refleks bersyarat, dan teori-teori refleks yang lain.
Tokoh utama yang merumuskan transfer dari pengamatan
ke belajar ini adalah Koffka. Titik tolak yang digunakan oleh Koffka dalam
mempersoalkan belajar adalah asumsi bahwa hukum-hukum organisasi dalam
pengamatan itu berlaku bagi belajar. hal ini dikemukakan berdasarkan pada
kenyataan bahwa belajar itu pada pokoknya yang terpenting adalah penyesuian
pertama, yaitu mendapat respons yang tepat. Karena penemuan respons yang tepat
ini tergantung pada “strucktureuring”
daripada bahan-bahan yang tersedia di depan si pelajar., maka mudah atau
sukarnya problem itu terutama adalah masalah pengamatan. Dalam arti tertentu
chimpanse Kohler memang dihadapkan kepada problem pengamatan itu, dan apabila
melihat situasi itu dengan tepat maka mereka memperoleh “pencerahan” dan dapat
memecahkan problem yang dihadapkan.
Karena asumsi bahwa hukum-hukum atau prinsip-prinsip
yang berlaku pada proses pengamatan dapat ditransfer kepada hal belajar, maka
untuk memahami proses belajar orang perlu memahami hukum-hukum yang menguasai
proses pengamatan itu. Salah satu hukum Gestalt adalah hukum Prägnanz.
·
Hukum Prägnanz
Kata Prägnanz itu sukar diterjemahkan;
barangkali kita dapat mengambil istilah dar bahasa jawa “momot” (memuat) yang berarti banyak isi dan artinya. Di dalam
bahasa Jerman sendiri dijelaskan sebagai “knapp,
und doch vielsagend”. Hukum Prägnanz
ini menunjukkan tentang berarahnya segala kejadian, yaitu berarah kepada Prägnanz itu, yaitu sesuatu keadaan yang
seimbang, suatu Gestalt yang baik. Gestalt yang baik, keadaan yang seimbang ini
mencakup sifat-sifat keteraturan, kesederhanaan, kestabilan, simetri, dan
sebagainya.
Medan
pengamatan, jadi juga setiap hal yang dihadapi oleh individu, mempunyai sifat
dinamis, yaitu cenderung untuk menuju ke keadaan Prägnanz tersebut, keadaan yang seimbang. Keadaan yang probelematis
adalah keadaaan yang tidak Prägnanz,
tidak teratur, tidak sederhana, tidak stabil, tidak simetri, dan sebagainya dan
pemecahan problem itu ialah mengadakan perubahan dalam struktur medan atau
hal-hal yang dapat membawa hal yang problematic ke sifat Prägnanz.
Teori Gestalt juga disebut juga dengan field theory atau insight full learning.
Menurut para ahli psikologi Gestalt, maunsia itu bukanlah hanya sekedar makhluk
reaksi yang hanya berbuat atau bereaksi jika ada perangsang yang
mempengaruhinya. Manusia itu adalah individu yang merupakan kebutuhan
jasmani-rohani. Sebagai individu yang bereaksi atau yang tepat berinteraksi
dengan dunia luar dengan kepribadiannya dan dengan caranya yang unik pula.
Tidak ada dua orang yang memiliki pengalaman-pengalaman yang benar-benar sama
atau identik terhadap objek atau realita yang sama.
Dengan
demikian maka belajar menurut psikologi Gestalt bukan hanya sekedar merupakan
proses asosiasi antara stimulus-respons yang makin lama makin kuat karena
adanya latihan-latihan atau ulangan-ulangan. Belajar menurut psikologi Gestalt
terjadi jika ada pengertian (insight).
Pengertian atau insight ini muncul
apabila seseorang setelah beberapa saat mencoba memahami suatu masalah,
tiba-tiba muncul adanya kejelasan, terlihat olehnya hubungan antara unsur-unsur
yang satu dengan yang lain, kemudian dipahami sangkut pautnya (dimengerti
maknanya). Sesuai dengan hasil eksperimen Kohler yang menyimpulkan bahwa
belajar adalah suatu proses rentetan pertemuan dengan bantuan
pengalaman-pengalaman yang sudah ada. Manusia belajar memahami duna sekitarnya
dengan jalan mengatur meyusun kembali pengalaman-pengalamannya yang banyak dan
berserakan menjadi suatu struktur dan kebudayaan yang berarti dan dipahami
olehnya.
Dengan
singkat, belajar menurut psikologi Gestalt dapat diterangkan sebagai berikut.
Pertama dalam belajar faktor pemahaman atau pengertian (insight) merupakan faktor yang penting. Dengan belajar dapat
memahami/mengerti hubungan antara pengetahuan dan pengalaman. Kedua, dalam
belajar, pribadi atau organism memegang peranan paling sentral. Belajar tidak
hanya dilakukan secara reaktif-mekanistis belaka, tetapi dilakukan dengan
sadar, bermotif dan bertujuan.
►
Teori Medan (Kurt Lewin)
Kurt
Lewin, bapak teori medan ini mula-mula adalah pengikut aliran psikologi Gestalt
mahzhab Berlin, akan tetapi yang kemudian mengambil jalan sendiri, terutama
dalam penelitian mengenai motivation. Pada
waktu Hitler meningkat kekuasaannya, Lewin berimigrasi ke Amerika Serikat dan
selanjutnya tinggal di Negara tersebut sampai akhir hidupnya.
Lewin
bertentangan dengan Ach, Ach telah
memberikan hal-hal baru yang ada di dalam psikologi asosiasi yang konvensional,
seperti misalnya: Denkaufgabe, tendens determinasi, dsb; jadi memberikan unsur
dinamis dalam belajar dan berpikir. Ach mengadakan eksperimen-eksperimen untuk
membentuk kebiasaan, untuk mereproduksikan rangkaian huruf tanpa arti yang
diperlihatkan lewat tachitoskop, dan selanjutnya diberikan tendens determinasi,
yang sifatnya dapat mendorong atau menghambat. Jadi di sini kemauan dihadapkan dengan kebiasaan, dan selanjutnya diusahakan
untuk mengukur kemauan secara kuantitatif.
Eksperimen-eksperimen
yang dilakukan Lewin sendiri banyak miripnya dengan eksperimen Ach dengan
memodifikasi sedikit, tetapi interpretasinya. Interpretasinya ialah, bahwa
perintah untuk membentuk syllable-syllable yang tadinya sudah dipelajari unutk
disajikan berpengaruh sebagai perintah untuk memproduksinya. Selanjutnya ketika
syllable yang tadinya dibalik Nampak, maka perintah terhadap diri sendiri untuk
mereproduksi yang salah konflik dengan perintah yang benar terjadi dan
timbullah interfensi.
Hasil
tes yang dilakukan Lewin itu memberikan keyakinan padanya bahwa adanya asosiasi
tidak memberikan “motor/penggerak” bagi aktivitas mental, akan tetapi menurut
Lewin bahwa selalu ada tegangan yang perlu bagi tiap aktivitas, termasuk
aktivitas mereproduksi syllable-syllable tak berarti yang telah dipelajari
lebih dahulu.
Pengakuan
terhadap organisasi dinamis daripada tendens reproduktif ini kemudian juga
Nampak dalam eksperimen-eksperimen yang lebih kemudian mengenai hubungan antara
tegangan dan retensi, sebagaimana nyata dalam ingatan mengenai tugas yang telah
selesai dan yang belum selesai, dan tendens untuk melanjutkan tugas yang belum
selesai jika kesempatan ada atau memungkinkan.
►
Teori
Belajar Humanistik (Carl Rogers dan
Maslow)
Ahli-ahli dalam teori belajar
humanistik berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh bagaimana para peserta
didik berfikir dan bertindak, teori tersebut juga dipengaruhi dan diarahkan
oleh arti pribadi dan perasaan-perasaan mereka ambil dari pengalaman belajar mereka.
Teori belajar humanistic di kemukakan oleh Carl Rogers dan Maslow.
Humanisme
menekankan konsep bahwa belajar itu terjadi terutama karena kemampuan manusia
merefleksikan pengalaman pribadinya. Manusia dapat mengelaborasikan wawasan
baru ke dalam pengalaman-pengalaman sebelumnya jika mereka memiliki
kesempatan dan alat-alat untuk
melakukannya. Teknik belajar humanistik ini berakar dalam metode Sokrates dan
Plato yang meyakini bahwa semua pengetahuan dan keyakinan itu melekat pada diri manusia.
Pendekatan
humanistik ini meletakkan nilai tertinggi pada perkembangan pribadi di dalam
memandang dan membangun realitas, yang melihat manusia terutama sebagai pembuat
makna (meaning maker). Atau dengan kata lian, kelompok ini
mengutamakan proses perngorganisasian internal yang dilakukan individu serta
pengaruhnya terhadap cara dan proses “pergaulan” individu tersebut dengan
lingkungannya dengan dirinya sendiri. Model-model mengajar dalam kelompok ini
sangat mementingkan efek pengiring (nurturent effects) sistem
lingkungan belajar.
Carl Rogers mengembangakan
pendekatan humnistik ini dengan metode yang ia sebut terapi diri. Contoh dari
metode Carl Rogers ialah model
pengajaran non-direktif
yang bermanfaat untuk pembentukan kemampuan belajar mandiri untuk
mencapai pemahaman dan penemuan diri sendiri sehingga terbentuk konsep diri (self-concept).
Carl Rogers percaya bahwa apapun yang yang dapat diajarkan kepada orang lain
relatif tidak penting. Sebaliknya, keinginan untuk belajar harus dating dari
motivasi instrinsik, serta diciptakan oleh kebutuhan untuk pertumbuhan dan
pemenuhan kebutuhan pribadi. Rogers
membedakan 2 tipe belajar yaitu, kognitif (kebermaknaan) dan eksperintial
(pengalaman atau signifikansi)
Pendapat humanstik lain berasal dari Maslow,
Maslow menyimpulkan bahwa teori
humanistik didasarkan pada asumsi bahwa dalam diri
manusia ada dua hal yaitu adalah suatu usaha positif untuk berkembang dan
kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu. Pada diri manusia
mempunyai berbagai perasaan takut tetapi manusia juga mempunyai perasaan yang
mendorong untuk maju kea rah ke unikan diri, kearah fungsinya semua kemampuan
yang dimiliki dapat dikembangkan. Maslow membagi kebutuhan manusia menjadi
tujuh hierarki yang tiap hierarki tersebut memiliki tingkat penting dalam
pemenuhan yang harus dipanuhi dari yang paling dasar. Pendekatan
humanistik mempersyaratkan struktur pembelajaran yang longgar, dapat digunakan
dengan tingkat konseptual tinggi, menggunakan evaluasi diri, dan menghormati
perbedaan individu.
Teori ini pada dasarnya
memiliki tujuan untuk ,memanusiakan manusia. Oleh karena itu proses belajar
dapat dianggap berhasil apabila si pembelajar telah memahami lingkungannya dan
dirinya sendiri. Dengan kata lain si pembelajar dalam proses belajarnya harus
berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan
sebaik-baiknya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk
mengembangkan dirinya yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri
mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Menurut aliran
Humanistik para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan
merencanakan pendidikan dan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini.
Beberapah psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami
untuk berkembang untuk menjadi lebih baik dan belajar. Secara singkat
pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif.
Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan
kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini
mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk mengembangkan diri
yang ditujukan untuk memperkaya diri,menikmati keberadaan hidup dan juga
masyarakat. Keterampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini
menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan
keberhasilan akademik. Dalam teori humanistik belajar dianggap berhasil apabila
pembelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Akhirnya , dapat
disimpulkan pendidkan merupakan syarat mutlak apabila manusia ingin tampil
dengan sifat-sifat hakikat manusia yang dimilikinya.
C.
Kekurangan dan Kelebihan Teori Belajar
1.
Teori Behaviorisme
►
Kelebihan :
·
Membisakan guru untuk bersikap jeli dan peka
terhadap situasi dan kondisi belajar.
·
Guru tidak membiasakan memberikan ceramah sehingga
murid dibiasakan belajar mandiri. Jika murid menemukan kesulitan baru
ditanyakan pada guru yang bersangkutan.
·
Mampu membentuk suatu prilaku yang diinginkan
mendapatkan pengakuan positif dan prilaku yang kurang sesuai mendapat
penghargaan negative yang didasari pada prilaku yang tampak.
·
Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang
berkesinambungan, dapat mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang sudah
terbentuk sebelumnya. Jika anak sudha mahir dalam satu bidang tertentu, akan
lebih dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan pengulangan yang
berkesinambungan tersebut dan lebih optimal.
·
Bahan pelajaran yang telah disusun hierarkis dari yang
sederhana sampai pada yang kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam
bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu
mampu menghasilakan suatu prilaku yang konsisten terhadap bidang tertentu.
·
Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimuls yang
lainnya dan seterusnya sampai respons yang diinginkan muncul.
·
Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang
membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsure-unsur kecepatan,
spontanitas, dan daya tahan.
·
Teori behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak
yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus
dibiasakan, suka meniru, dan suka dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.
►
Kekurangan :
·
Sebuah konsekwensi untuk menyusun bahan
pelajaran dalam bentuk yang sudah siap.
·
Tidak setiap pelajaran dapat menggunakan metose ini.
·
Murid berperan sebagai pendengar dalam proses
pembelajaran dan menghafalkan apa di dengar dan di pandang sebagai cara belajar
yang efektif.
·
Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para
tokoh behavioristik justru dianggap sebagai metode yang paling efektif untuk
menertibkan siswa.
·
Murid dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan
sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan oleh guru.
·
Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelsan dari
guru dan mendengarkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang
efektif sehingga inisiatf siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul secara
temporer tidak bisa diselesaikan oleh siswa.
·
Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier,
konvergen, tidak kreatif, tidak produktif, dan menundukkan siswa sebagai
individu yang pasif.
·
Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher
cencered learning) bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang
dapat diamati dan diukur.
·
Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran
mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi
siswa, yaitu guru sebagai center, otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru
melatih, dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.
2.
Teori Belajar Kognitivisme
►
Kelebihan :
·
Menjadikan siswa lebih kreatif dan
mandiri
·
Membantu siswa memahami bahan belajar
secara lebih mudah
►
Kekurangan :
·
Teori tidak menyeluruh untuk semua
tingkat pendidikan.
·
Sulit di praktikkan khususnya di tingkat
lanjut.
·
Beberapa prinsip seperti intelegensi
sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.
D.
Penerapan Teori
Belajar Dalam Pendidikan (Teori Behaviorisme).
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya
terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga
kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila
dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan
pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat
materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran
yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori
behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak
berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah
perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan
(transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau
pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui
proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang
dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik
struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman
yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh
pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Teori belajar behaviorisme
jika diterapakan ke dalam pendidikan misalnya saja seperti:
· Ketika selesai melaksanakan ujian/ulangan guru
harus segera menyampaikan hasil ujian/ulangan tersebut kepada siswa, serta guru
harus mengaevaluasi hasil tersebut. Jika ada kesalahan harus diberitahukan
kepada siswa dan memberi tahu jawaban atau cara menjawab pertanyaan yang benar.
(Teori Skinner)
· Memperbanyak tugas individu daripada tugas
kelompok, karena ketika siswa itu melaksanakan tugas dengan format kelompok
maka siswa tersebut akan kurang bias mengembangkan kemampuannya karena tugas
individu di dalam kelompok sangat terbatas. (Teori Skinner)
· Apabila sudah diketahui hasil ujian/ulangan,
sebaiknya guru memberikan hadiah kepada siswa yang memiliki nilai tertinggi.
Hadiah bukan saja berbentuk materil tapi juga bias hanya sekedar ucapan selamat
atau juga pujian. Tetapi dalam pemberian hadiah ini, diharapkan guru hanya
melakukannya kadang-kadang dan apabila diperlukan saja. (Teori Skinner)
· Dalam proses pembelajaran, guru juga bisa
menggunakan kelas outdoor agar siswa bisa menyegarkan pikirannya dan merasa
senang. Misalnya jika materi itu mengenai pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
siswa bisa melakukan kegiatan pembelajaran di tengah-tengah kebun sayur atau
taman. (Teori Thorndike)
· Setiap materi selesai diajarkan, sebaiknya guru
selalu membuat evaluasi belajar kepada siswa. Sehingga jika materi yang telah
diajarkan itu belum sepenuhnya dipahami oleh siswa, guru akan mengulangnya
kembali dan tidak melanjutkan ke materi selanjutnya. (Teori Thorndike)
· Urutan mata pelajaran diatur sedemikian rupa
sehingga mata pelajaran yang terdahulu tidak menghambat tetapi justru harus
menjadi perangsang yang mendorong belajar pada mata pelajaran berikutnya.
(Teori Hull)
E. Daftar
Pustaka
§ Rumini, Sri. Dimyati Mahmud, M. Sundari H.S,
Siti. Danuri. Suharno, R. Yusuf S, Nurbani. Tiala, D. Ayriza, Yulia. 1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Unit
Percetakan dan Penerbitan (UPP) Universitas Negeri Yogyakarta.
§ Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
§ Ngalim Purwanto, M. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya.
§ Danim, Sudarwan. Khairil, H. 2010. Psikologi Pendidikan, Dalam Perspektif Baru.
Bandung: CV. Alfabeta.
§
Siska
Mega Diana. 2012. Teori-teori Pendidikan. http://rajanarai.blogspot.com/2012/11/teori-teori-pendidikan.html. 28
Maret 2014, 13.00
§
Haryanto, S.Pd. 2010. Macam-macam Teori Belajar. http://belajarpsikologi.com/macam-macam-teori-belajar/. 30 Maret 2014, 12.30
§
Zainal.
2010.Teori-teori
belajar behaviorisme, gestalt, kognitivisme, konstruktivisme, CBSA,
Keterampilan Proses, sosial, CTL, pendekatan komunikatif, pendekatan
tematik-integratif. http://zaifbio.wordpress.com/2010/04/29/teori-teori-belajar-behaviorisme-gestalt-kognitivisme-konstruktivisme-cbsa-keterampilan-proses-sosial-ctl-pendekatan-komunikatif-pendekatan-tematik-integratif/. 30 Maret 2014,
12.40
§
Bunya
Faisah Dyah. 2011. Aliran-aliran Pendidikan. http://www.academia.edu/3076170/Aliran-aliran_teori_pendidikan. 03 April 2014, 11.15
§
Opini.
2013. Keunggulan dan Kelemahan Teori Belajar. http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/10/keunggulan-kelemahan-teori-belajar-318296.html. 30 Maret 2014, 12.30
§
Dini
Komala Sari. 2013. Teori Pembelajaran Behaviorisme dengan Model Pembelajaran
TCL (Teacher Centered Learning). http://dinikomalasari.wordpress.com/2013/11/27/teori-pembelajaran-behaviorisme-dengan-model-pembelajaran-tcl-teacher-centered-learning/. 06 April 2014, 12.15
§
Fatimah
Ahmad. 2013. Resume Teori Belajar Behaviorisme. http://patimahahmad.blogspot.com/2013/11/resume-teori-belajar-behaviorisme.html. 06 April, 12.20
§
M.
Rizqi Fauzi. 2012. Teori-teori Pendidikan dan Aplikasinya. http://riefqie-yupss.blogspot.com/2009/06/by-m.html. 06 April 2014, 12.30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar